Kamis, 09 Agustus 2012

Sudahlah


RABU YANG TANAH

Rabu ini tanah
Waktu tetirah
Para arwah
Yang gelisah
Oleh serakah
Sebelum punah

Rabu ini memang tanah
Badan mungkin rebah
Tapi jiwa tak boleh kalah
Oleh amarah
Oleh keluh kesah
Oleh tatap tiada ramah
Oleh senyum yang tak murah
Oleh iri yang selalu gerah

Rabu ini masih tanah
Sahabat ingatlah
Alir darah
Sang Mesiah
Yang masih basah
Oleh kisah
Manusia-manusia susah
Berbuat salah
Dosa makin parah
Iman mulai punah
Doa yang tiada terarah
Persaudaraan kalah
Oleh benda tiada berkah

Sudahlah
Usah
Sumpah
Terlebih serapah

Rabu ini tanah
Rabu ini tanah

                        Pontianak, 2012

KETIKA JEMBRANA

PERTANYAAN-PERTANYAAN TERAKHIR
(LAST QUESTION)


(Di atas panggung terdapat sebuah kursi, di belakangnya berdiri seorang tua)


Pak Tua         Bagaimana bisa aku meninggalkan dunia ini dengan tenang tanpa kesedihan? Begitu panjang hari-hari penuh kepdulian ku lalui. Begitu panjang pula malam-malam penuh kesepian kujalani. Tanpa seorang istri, tanpa anak, tanpa siapapun. Isteri, telah lama kubiarkan menjadi misteri. Anak, hanyalah kerinduan yang tiada terelak.

                        Ohh …. Terlalu banyak keping-keping jiwaku berserakan. Segala kerinduanku berlarian ke sana kemari bagai bocah-bocah di bawah tangisan awan hitam .
                        (Musik detak jantung)
                        Kini semua harus usai. Bukan hanya lembaran baju yang harus segera kutanggalkan, tetapi juga serpihan-serpihan kulit yang ingin kurobek dengan tanganku sendiri. Bukan pula kepala, kaki dan tangan yang ingin kulepas nanti, tetapi juga segumpal darah kental dalam jantung yang telah dilezatkan oleh rasa lapar dan dahaga.
                        Aku tak ingin menunggu lebih lama lagi. Aku ingin segera pergi walau perih tiada bertepi.
                        (Terdengar suara kereta Sang Penjemput)
                        Aahh …. Ia telah menyeru memanggilku. Ia datang menjemput. (Pak Tua duduk di atas kursi kesayangannya) Hamba telah siap berangkat!
                       
                        Seorang anak muda masuk melempar bunga tujuh rupa ke atas Pak Tua berdiri.

Anak Muda   Tunggu! (Musik detang jantung berhenti) Jangan Bapak keburu berlalu. Bunga tujuh rupa ingin juga ikut serta.

Pak Tua         Siapa engkau anak muda. Wajahmu begitu indah memancar kilau keemasan.

Anak Muda   Saya, Puteri. Seorang gadis penumbuk padi ingin memiliki harapan berkarat emas.

Pak Tua         Kuhargai segala keberanianmu mengganggu keberangkatanku, Puteri. Sebutkanlah!

Anak Muda   Puteri ingin jadi anak Bapak

Pak Tua         Menjadi anakku? Mengapa?

Anak Muda   Puteri menyayangi Bapak.

Pak Tua         Sayang katamu?

Anak Muda   Ya, Puteri sangat sayang meski dengan kasih yang membisu.

Pak Tua         Kasih sayang tak pernah mampu menyadari kedalamannya sendiri, Puteri. Kamu terlambat!

                        (Anak muda mendekat dan bersimpuh di samping Pak Tua yang sedang duduk)

Anak Muda   Jangan! Jangan dulu Bapak meninggalkan Puteri. Puteri berjanji, kasih Puteri tidak akan menjadi pengikay. Keinginan Puteri tidak akan menjadi penghalang bagi kepergian Bapak. Izinkan Puteri mengajukan beberapa pertanyaan terakhir.

Pak Tua         Baiklah, tapi segeralah, waktuku tidak banyak.

Anak Muda   Puteri ingin tahu tentang cinta.
                        (Mengalun musik beraroma cinta)
Pak Tua         Apabila cinta memanggilmu, ikutlah dengannya meski jalan yang akan kau tempuh terjal dan berliku. Dan apabila sayap-sayapnya merengkuhmu, pasrahlah!
                        Menyerahlah! Meski pedang yang tersembunyi di balik sayap itu akan melukaimu. Jika ia berkata-kata kepadamu, percayalah walau ucapannya membuyarkan impianmu. Sebagaimana cinta memahkotaimu, cinta akan pula menyalibmu. Sebagaimana cinta memekarkan kuncup-kuncup kembangmu, cinta akan pula mencabut akar-akarmu.
                        Demikianlah sifat cinta pada diri manusia. Pahamilah cinta sebagai rahasia hati.

Anak Muda   Maaf, apakah Bapak memiliki ……

Pak Tua         Jangan kau tanyakan yang satu ini, nak! (Musik berhenti)
                        Aku tak ingin kesenangan menjadi tujuan dalam cinta. Karenanya aku memilih menutup tubuh dan menyingkir dari penempaan, memasuki dunia tanpa musim.

Anak Muda   Lalu, apa yang akan Puteri dapat dari cinta?

Pak Tua         Cinta tak akan memberikan apa-apa, kecuali keseluruhan dirinya. Ia pun tak akan mengambil apa-apa daripadamu, kecuali dirinya sendiri.
                        Cinta tak punya hasrat untuk mewujudkan dirinya sendiri.

Anak Muda   Konon, Oidipusmemadu cinta dengan ibunya sendiri, di bawah bayang kematian Laios, ayah kandungnnya sendiri. Perkawinan penuh kutuk dan karma. Puteri ingin tahu tentang perkawinan.

Pak Tua         Bagi kalian yang bukan sedarah sedaging, kalian diciptakan untuk berpasang-pasangan, maka selamanyalah kalian berpasangan sampai maut merenggut hidup. Biarkan ada ruang di antara hati kalian, tempat angin melintas dan memainkan tariannya. Saling mengasihilah satu sama lain tapi jangan jadikan cinya sebagai belenggu. Biarkan cinta bergerak bebas bagaikan lincahnya gelombang air menuju pantai. Bernyanyi dan menarilah dalam suka dan duka, dan sisakan ruang bagi masing-masing untuk menghayati kesatuannya.

Anak Muda   Lalu, siapakah yang lebih berkuasa?

Pak Tua         Ingat, pohon jati dan pohon beringin, tidak pernah berdiri di bawah bayangan satu sama lain.

                        (Jeda pikir)

Anak Muda   Melalui rahim ibunya, Oidipus melahirkan dua keturunan; Antigon dan Ismene. Ajarkan Puteri tentang anak keturunan.

Pak Tua         Anak-anakmu kelak, bukanlah milikmu. Mereka adalah anak-anak kehidupa yang merindukan kehidupan mereka sendiri. Berikan kasih sayangmu, tapi jangan bentuk pikiran mereka karena mereka akan membentuk pikiran mereka sendiri. Kamu berhak membuatkan mereka rumah untuk tubuh, tapi bukan untuk jiwa. Sebab jiwa-jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan yang tiada dapat kalian kunjungi, sekalipun dalam mimpi. Kamu adalah busur dan anak-anakmu adalah anak panahnya. Sang pemanah maha tahu bagaimana melesatkan anak panah itu ke arah yang tepat.

Anak Muda   Puteri ingin menjadi anak panah yang melesat cepat pada busur Bapak. Puteri akan senang sekali bila Bapak menggenapinya.

Pak Tua         Kesenangan merupakan lagu kebebasan, tapi bukan kebebasan itu sendiri.

                        (Terdengar kembali suara kereta Sang Penjemput)
                        Ia datang kembali !!!! Ia harus membawaku pergi. Tak bisa ditunda lagi. Selamat tinggal Puteri! Selamat tinggal kehidupan.

Anak Muda   Tunggu!!!! Masih banyak pertanyaan yang mesti Bapak jawab.
                        (Berbicara ke arah suara/tanda sambil melemparkan bunga ke arahnya)

                        Pergi dan kembalilah nanti. Jangan dulu jemput Bapak. Masih bnayak pertanyaan yang harus Puteri tanyakan tentang keidupan ini. Pergiii!!!
                        (Tanda klimaks, Puteri menengok ke arah Bapak yang tak lagi beryawa)
                       
                        Bapaaak!!!!!
                        (Jeda untuk isak tangis)

                        Cinta, perkawinan, dan anak keturunan merupakan kesatuan yang sering terpisahkan oleh kesenangan.
                        Selamat jalan Pak. Terima kasih atas semua jawaban pertanyaan-pertanyaan terakhir.
        
  

Rabu, 20 Juni 2012

Huh...

SALAH

lelah ku tlah
payah ku sudah
pahami segala hendak
yang bukan ku
kenapa tak jua enyah
dan masih saja singgah
segala asa yang tak
mampu ku
biarlah ku bertahan sebelah
namun tak lagi ku di salah

                                           Mempawah, 2012

Sabtu, 22 Januari 2011

musik puisi cahaya bulan

artis baca puisi

Kamis, 20 Agustus 2009

Sekolahku Madanika

PERBEDAAN

Bila perbedaan memang harus ada
Maka bukan lain keindahan menyertainya
Perbedaan umpama bunyi tiupan terompet
Petikan gitar gesekan biola jentikan piano
Dan gebug drum yang mengalir irama sungai

Perbedaan laksana merah jingga kuning
Hijau biru nila dan ungu yang berlapis
Manis kala gerimis

Perbedaan layaknya mata hidung
Mulut telinga kulit dan hati
Yang bersama kerja
Namun masing-masing
Biarkan perbedaan
Akan mengada
Dan mengindah
Diri
Nya



Pontianak, 2007

Pelajaran Agama 2

STIGMATA


Tuhan
Hentikan mereka yang tinggal di genggam
Tangan kiri-Mu menyengat
Amarahku atas luka cambuk
Di sekujur tubuh-Mu

Saat kukejar kupanggil
Tariuku bertebar mereka
Menyusup lewat luka bekas paku
Dan sembunyi di balik luka lambung-Mu
Arghhh ... dapat kubayangkan perih-Mu!

Tak putus kejarku
Kudapat mereka bergegar takut
Bukan padaku
Tapi maut-Mu

Tak kubiarkan waktu menunggu
kuputus telinga mereka
yang tak mau mendengar-Mu

(Petrus.... sarungkan amarahmu!)
Jelas kudengar bisik-Mu
Sontak lemah batinku

Miris kumelihat Kau sambung telinga-telinga itu
dengan tangan kanan-Mu

Sesal kumelihat mereka sujud ampun
Depan rumah Bapa-Mu
Dan Kau buka meski tak mereka ketuk

Sembunyiku di telapak kaki-Mu
kucium harum kasih-Mu
Tuhan

La Verna, 2007